Anak Angkat Dituduh Bawa Kabur Sertifikat, Farida Mike Wijaya Tuntut Keadilan Warisan

DELIK NASIONAL

- Redaksi

Jumat, 25 Juli 2025 - 07:49 WIB

50159 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Lamongan, 25 Juli 2025 – Sengkarut sengketa warisan dan dugaan penggelapan aset perusahaan kembali mencuat. Kali ini menyeret nama besar Hotel Grand Mahkota Lamongan, yang belakangan menjadi ajang rebutan antara ahli waris sah, isteri ketiga almarhum Mike Wijaya, Farida Mike Wijaya, bersama anak-anak kandungnya, melawan pihak yang diduga menguasai hotel secara sepihak.

Di balik fasad mewah dan aktivitas perhotelan yang berjalan normal, konflik hukum dan etika tengah membusuk di dalamnya. Farida Mike Wijaya melalui kuasa hukumnya dari Kantor Hukum H. Muhammad Djen Sanjuan, S.H. dan Hj. Siti Rusdahniar, S.H., menyatakan bahwa pengelolaan dan kepemilikan hotel dilakukan tanpa dasar yang sah. “Kami telah berusaha melakukan mediasi, namun kedatangan kami selalu dihalangi. Bahkan yang menemui kami bukan pihak yang berwenang. Ini bentuk penghindaran yang disengaja,” ujar Hj. Siti dengan nada tegas.

Persoalan makin kusut ketika fakta hukum menunjukkan bahwa sertifikat Hotel Grand Mahkota telah diagunkan ke Bank BRI Cabang Sidoarjo atas nama CV. Artha Satria Jaya. Perusahaan tersebut sebelumnya juga mengagunkan properti lain, termasuk Hotel Panorama (Goya) di Probolinggo yang telah dilelang akibat kredit macet pada 2010. Kini, Grand Mahkota ditengarai terikat dalam satu bundel perjanjian agunan yang sama.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Bank bersurat sampai SP3 tdk di respon hanya di resepsionis. Hotel Grand Mahkota, Lamongan.

Namun, hingga Surat Peringatan Ketiga (SP3) dilayangkan oleh pihak Bank BRI, pengelola hotel tidak menunjukkan itikad baik. Manajer hotel, Rusdi, selalu beralasan berada di luar kota, dan enggan menemui pihak ahli waris maupun bank. Di saat bersamaan, Irsan—suami dari Imma alias Nonik—mengklaim bahwa hotel tidak ada kaitannya dengan CV. Artha Satria Jaya. Pernyataan ini justru membuka celah besar dugaan rekayasa hukum dan pengaburan struktur kepemilikan yang patut diusut lebih lanjut.

Di balik ini semua, terkuak pula kisruh internal keluarga. Tudingan saling fitnah, manipulasi, bahkan dugaan pencurian sertifikat mencuat ke permukaan. Salah satu pihak yang disebut, Cak Djito—anak angkat dari almarhum Mike Wijaya—dituduh telah menggelapkan sertifikat milik keluarga hingga menimbulkan kerugian besar bagi Farida Mike Wijaya. “Kerugian yang kami alami bukan sekadar materi. Ini pengkhianatan terhadap hak dan hukum,” cetus Hj. Siti Rusdahniar.

Lebih dari itu, dugaan adu domba antaranggota keluarga disebut sebagai penyebab utama macetnya kredit dan amburadulnya pengelolaan perusahaan warisan. CV. Mahkota dan CV. Artha Satria Jaya diduga dijadikan tameng untuk memisahkan tanggung jawab hukum dari aset-aset produktif, demi menghindari penyitaan.

Sejumlah kalangan menilai, kasus ini adalah potret rusaknya tata kelola warisan di lingkup keluarga kaya, yang bercampur antara kepentingan pribadi, ego sektoral, dan praktik penggelapan hukum. Lebih ironis lagi, negara—dalam hal ini Bank BRI dan aparat penegak hukum—masih terlihat pasif.

“Kalau negara tidak hadir untuk menyelesaikan kasus seperti ini, siapa yang menjamin aset milik rakyat tidak dirampas oleh mafia hukum?” ujar seorang akademisi hukum keluarga dari Surabaya yang enggan disebut namanya.

Kondisi ini mencerminkan darurat tata kelola warisan di Indonesia. Tanpa keterlibatan aktif dari notaris independen, pengadilan niaga, dan auditor aset, kasus seperti ini akan terus berulang. Keputusan hukum yang kabur, dokumen yang tumpang tindih, serta pembiaran terhadap pelanggaran administratif membuka jalan lebar bagi para perampok berseragam keluarga.

Kini, Hotel Grand Mahkota Lamongan tak lagi sekadar properti bisnis, melainkan simbol dari ketidakadilan, pengkhianatan hukum, dan lemahnya pengawasan negara atas korupsi dalam lingkup privat. Bila pembiaran ini terus berlangsung, maka tak hanya hak ahli waris yang dirampas, tapi juga wibawa hukum itu sendiri.

(TIM MEDIA)

Berita Terkait

Ketika Sertifikat Jadi Sandera Utang: Misteri Lama di Pasar Induk Caringin Kembali Terkuak
Diduga Terlibat Jaringan Sabu, Bandar AW Sempat Ditangkap, Tapi Lepas Tanpa Jejak
9 Tahun Rahmadi Dituntut, Pertanda Hukum Sudah Mati: Kuasa Hukum Siap Laporkan JPU ke Kejaksaan Agung dan Komisi Kejaksaan
Koordinasi dengan Polres Subulussalam, Kasus Penganiayaan yang Menewaskan Korban Akan Segera Dilanjutkan ke Proses Penyidikan
Bersatu Berdaulat Rakyat Sejahtera Indonesia Maju, Rutan Humbahas gelar Upacara dan Pemberian Remisi Umum dan Dasawarsa
Galian C Bodong di Kanor Bojonegoro Diduga Jadi Ladang Bisnis Pejabat
Empat Pengusaha Ayam di Ogan Ilir Intimidasi Wartawan, Laporkan Berita Dikritik
Bank BRI dan Notaris Terseret Konflik Warisan Grand Mahkota, Farida: Saya Diusir Saat Menagih Hak

Berita Terkait

Senin, 27 Oktober 2025 - 06:52 WIB

Kuasa Hukum Sebut Kasus Rahmadi Sarat Rekayasa, Minta PN Tanjungbalai Bebaskan dari Dakwaan

Rabu, 15 Oktober 2025 - 21:21 WIB

Rahmadi Ungkap Tekanan di Polda Sumut: “Saya Dipaksa Baca Naskah Pengakuan Buatan Kompol DK”

Kamis, 9 Oktober 2025 - 21:40 WIB

Terbukanya Kotak Pandora Kepemilikan Narkotika Perkara Rahmadi

Jumat, 3 Oktober 2025 - 18:58 WIB

Keluarga Rahmadi Kirim Surat Terbuka ke Jaksa Agung, Minta Keadilan atas Tuntutan 9 Tahun Penjara

Jumat, 15 Agustus 2025 - 17:51 WIB

Rekayasa Kasus Narkotika, Integritas Polisi Dipertanyakan

Kamis, 14 Agustus 2025 - 14:11 WIB

Gugat Ketidaksesuaian Barang Bukti, Kuasa Hukum Lombek Cs Ajukan Eksepsi

Rabu, 30 Juli 2025 - 16:36 WIB

Putusan MK: Kritik Damai Tak Bisa Dipidana, Kompol DK Laporkan Warga Dinilai Upaya Pengalihan Isu

Selasa, 29 Juli 2025 - 06:29 WIB

Drama Rekayasa Aksi di Sidang Narkoba Tanjungbalai: Dibayar Rp50 Ribu Demi Menekan Hakim!

Berita Terbaru

NASIONAL

Isu Jual Beli Dapur Di BGN, Tendensius dan Hoaks

Senin, 27 Okt 2025 - 08:17 WIB