ACEH | Blangkejeren, Drama pengadaan proyek jalan di Kabupaten Gayo Lues kembali pecah. Tender rehabilitasi Jalan Penampaan – Blang Temung (DOKA) yang digelar Pokja III UKPBJ Gayo Lues kini resmi digugat lewat sanggahan banding oleh CV. Nadhira Karya Persada, perusahaan lokal yang menolak tunduk pada keputusan panitia.
Surat sanggah banding bernomor 021/NKP-B/IX/2025, ditandatangani langsung oleh Irwansyah, Direktur CV. Nadhira Karya Persada, menyulut polemik baru. Isinya bukan sekadar keluhan administratif, tapi tudingan keras bahwa Pokja III diduga telah mengabaikan prinsip transparansi dan menutup mata terhadap prosedur faktual yang diamanatkan undang-undang.
Sorotan Tajam ke Pokja III
Irwansyah membeberkan, Pokja III bersikukuh menyatakan proses tender sudah sesuai Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2025. Namun menurutnya, klaim itu rapuh karena tidak dibarengi verifikasi nyata di lapangan.
“Kalau Pokja benar-benar independen, kenapa tidak turun langsung ke lokasi AMP dan Stone Crusher perusahaan pemenang? Apakah izin operasionalnya masih berlaku atau tidak, itu kuncinya. Jangan hanya main di atas kertas,” ujarnya tegas.
Empat poin keberatan yang diajukan antara lain:
Verifikasi AMP dan Stone Crusher milik pemberi dukungan CV. Jaya Sentosa Raya dinilai tidak pernah dilakukan.
Surat izin layak operasi (SILO) dari fasilitas pendukung patut dipertanyakan keabsahannya.
Aturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021 mewajibkan kunjungan lapangan untuk pembuktian kualifikasi, namun diabaikan Pokja.
Ada dugaan kuat persekongkolan dan penyalahgunaan wewenang, yang siap dibawa ke APIP, APH, dan KPPU.
Jaminan Uang Nyata, Bukan Sekadar Retorika
Untuk menunjukkan keseriusannya, CV. Nadhira Karya Persada melampirkan jaminan sanggah banding senilai Rp18,62 juta dari PT Asuransi Takaful Umum. Jaminan itu berlaku 30 hari dan otomatis bisa dicairkan bila sanggahan terbukti tidak benar.
Langkah ini memperlihatkan bahwa Irwansyah tidak sedang beretorika kosong. Ia mempertaruhkan nama baik perusahaan sekaligus uang jaminan, demi membuktikan adanya dugaan penyimpangan dalam tender senilai miliaran rupiah tersebut.
Isyarat Eskalasi Hukum
Dalam suratnya, Irwansyah juga menyinggung pasal-pasal krusial dalam Perpres 46/2025: mulai dari Pasal 7 tentang etika pengadaan, Pasal 44 dan 51 tentang kualifikasi, hingga Pasal 77 tentang mekanisme pengaduan (Dumas APIP). Jika dugaan ini diabaikan, sanggahan banding bukan mustahil akan bertransformasi menjadi laporan hukum ke aparat penegak hukum.
“Kami siap membawa masalah ini ke jalur hukum. Negara tidak boleh dirugikan hanya karena segelintir oknum bermain di balik meja tender,” tegas Irwansyah, suaranya lantang.
Bola Panas di Meja Pokja III
Kini publik menunggu sikap Pokja III. Akankah mereka membuka diri terhadap investigasi ulang dan pemeriksaan lapangan, atau tetap berdiri di balik keputusan yang kian dipertanyakan?
Yang jelas, kasus ini menambah daftar panjang polemik pengadaan di Gayo Lues. Dan sekali lagi, nama Pokja III berada di tengah sorotan: antara menjaga marwah transparansi, atau jatuh terseret badai sanggahan dan pemeriksaan hukum. ( )

































