Jakarta – Proses hukum terkait dugaan pemalsuan akta kelahiran yang menyeret nama pengusaha Franky Oesman Widjaja kembali mencuat, setelah penyidik Polda Metro Jaya menggelar gelar perkara yang dinilai konstruktif dan signifikan oleh pelapor, Freddy Widjaja. Langkah ini menjadi penanda penting dalam babak panjang pertarungan hukum yang telah melibatkan nama-nama besar di balik dinasti bisnis keluarga Widjaja.
Gelar perkara yang berlangsung pada Rabu, 30 Juli 2025, menjadi ruang klarifikasi antara kubu pelapor dan terlapor. Dalam forum itu, kuasa hukum Freddy Widjaja, yakni Advokat Agustinus Nahak dan Advokat Sunan Kalijaga, tampil menyampaikan rangkaian bukti baru yang menurut mereka memperkuat dugaan adanya pemalsuan dalam dokumen akta kelahiran atas nama Franky Oesman Widjaja. Bukti-bukti tersebut mencakup analisis forensik terhadap dokumen, perbandingan data kependudukan, serta ketidaksesuaian kronologis yang selama ini tidak pernah terungkap secara terbuka.
Menurut keterangan dari tim kuasa hukum, salah satu kejanggalan yang menjadi perhatian adalah terkait Akta Kelahiran No. 81 yang disebut-sebut sebagai akta asli milik Franky. Namun dalam proses penyelidikan selama ini, dokumen tersebut tidak pernah ditunjukkan secara langsung kepada penyidik, dan tidak pula dilakukan penyitaan oleh aparat. Absennya dokumen kunci tersebut menjadi sorotan karena dianggap menghambat proses verifikasi terhadap keabsahan data pribadi Franky yang menjadi titik sengketa.
Di sisi lain, proses gelar perkara berlangsung dengan kehadiran kuasa hukum dari pihak Franky Oesman Widjaja. Namun hingga saat ini, belum ada keterangan resmi dari kubu terlapor yang menjelaskan alasan tidak ditampilkannya dokumen asli akta tersebut. Sementara itu, Freddy Widjaja yang hadir sebagai pelapor menegaskan posisinya sebagai anak kandung sah dari mendiang taipan Eka Tjipta Widjaja dan Lidia Herawati. Klaim itu dikuatkan dengan keberadaan Akta Wasiat No. 236 tertanggal 20 November 1991, yang selama ini menjadi dasar yuridis dalam perebutan hak waris yang melibatkan triliunan rupiah aset keluarga.
Langkah pelaporan ini sendiri telah dimulai sejak tahun 2024, teregistrasi melalui laporan polisi nomor STTLP/B/2907/V/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA. Setelah mengalami serangkaian proses klarifikasi dan administrasi, gelar perkara ini menjadi penanda bahwa laporan tersebut tak lagi sekadar catatan di atas kertas, melainkan mulai direspons secara aktif oleh penyidik.
Kuasa hukum Freddy menyatakan harapan besar agar gelar perkara ini tidak hanya menjadi formalitas, tetapi menjadi pijakan konkret untuk peningkatan status perkara ke tahap penyidikan. Mereka juga menilai bahwa kepolisian, khususnya jajaran Polda Metro Jaya, menunjukkan itikad baik dan profesional dalam mengusut kasus ini, meskipun perkara ini menyangkut tokoh besar dengan kekuatan ekonomi dan politik yang tak kecil.
Pertarungan hukum antara Freddy dan Franky sejatinya bukan perkara baru. Perseteruan keluarga ini telah bergulir sejak wafatnya Eka Tjipta Widjaja, yang meninggalkan warisan bisnis raksasa bernilai fantastis. Di balik pusaran bisnis raksasa tersebut, keluarga Widjaja menyimpan bara konflik internal yang belum sepenuhnya padam. Dugaan pemalsuan dokumen lahir sebagai satu dari sekian banyak upaya pembuktian posisi hukum dan legitimasi masing-masing pihak dalam struktur pewarisan.
Kini, setelah gelar perkara diselenggarakan dan bukti-bukti baru dipresentasikan, publik menanti langkah lanjutan dari institusi penegak hukum. Akankah kasus ini masuk ke tahap penyidikan? Ataukah akan terhenti di tengah jalan seperti banyak kasus serupa yang menyangkut nama besar? Di tengah harapan akan supremasi hukum yang tak pandang bulu, publik tentu berharap agar kebenaran—sekalipun terlambat—tetap bisa ditegakkan. (Sumber NPLO)

































