GAYO LUES | Pemerintah Kabupaten Gayo Lues menghadapi tekanan serius terkait beban kewajiban jangka pendek yang membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) tahun 2024. Utang belanja sebesar Rp 9,09 miliar menjadi persoalan pelik di tengah ketidakseimbangan antara pendapatan dan belanja yang membebani keuangan daerah secara keseluruhan.
Data keuangan yang diperoleh menunjukkan pendapatan daerah hanya mencapai Rp 847,4 juta, angka yang sangat kecil jika dibandingkan dengan total belanja yang dibebankan sebesar Rp 5,82 miliar. Ketidakseimbangan ini menciptakan defisit signifikan yang tergambar dalam angka negatif Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) sebesar Rp 4,97 miliar. Angka ini menjadi indikator nyata bahwa APBK Gayo Lues berjalan dalam kondisi defisit, di mana belanja jauh melebihi kemampuan pendapatan yang dimiliki.
Masalah tidak hanya berhenti pada ketimpangan pendapatan dan belanja. Kas daerah yang secara nominal cukup besar ternyata tersebar di berbagai dana yang penggunaannya dibatasi secara ketat, seperti Dana BOK Puskesmas yang mencapai Rp 490,9 juta, Dana BOS sebesar Rp 4,56 juta, serta kas BLUD RSUD yang menumpuk Rp 2,51 miliar. Akibat pembatasan ini, kas yang tersedia dan dapat digunakan untuk membayar utang belanja sangat terbatas, hanya sebesar Rp 21,25 juta. Dengan kondisi tersebut, pemerintah daerah harus memutar otak mencari jalan agar kewajiban utang yang membengkak dapat segera ditunaikan.
Kondisi likuiditas yang timpang ini menimbulkan risiko serius bagi kelancaran operasional pemerintah. Dari total utang belanja sebesar Rp 15,15 miliar, beban yang harus ditanggung APBK adalah Rp 9,09 miliar. Namun kas yang dapat dipakai untuk membayar utang hanya Rp 5,22 miliar, sehingga terdapat kekurangan sekitar Rp 3,8 miliar. Kekurangan ini mencerminkan situasi keuangan daerah yang rapuh dan rentan terhadap gangguan likuiditas.
Krisis ini bisa berdampak langsung terhadap pelayanan publik dan pelaksanaan program pembangunan di Gayo Lues. Ketidakmampuan melunasi utang tepat waktu dapat mengakibatkan terganggunya berbagai kegiatan pemerintah dan menurunnya kepercayaan publik maupun mitra kerja. Jika dibiarkan, tekanan finansial ini berpotensi memperparah kondisi fiskal daerah dan menimbulkan masalah jangka panjang.
Akar permasalahan utamanya terletak pada perencanaan anggaran yang belum mampu menyesuaikan dengan realitas kemampuan pendapatan daerah. Ketergantungan pada dana dengan pembatasan penggunaan mengurangi fleksibilitas pemerintah dalam mengelola kas, terutama menghadapi kewajiban mendesak. Efisiensi belanja yang belum optimal dan ketidaksesuaian antara rencana dan realisasi pendapatan memperburuk situasi, sehingga APBK rentan terhadap guncangan keuangan.
Pemerintah Kabupaten Gayo Lues kini berada di persimpangan penting yang membutuhkan langkah cepat dan strategis. Optimalisasi pendapatan asli daerah, efisiensi belanja, serta perbaikan tata kelola keuangan harus menjadi prioritas agar pembatasan penggunaan kas dapat diminimalkan dan fleksibilitas keuangan meningkat. Selain itu, koordinasi yang intensif dengan pemerintah provinsi dan pusat perlu diperkuat agar alokasi dana dapat lebih tepat sasaran dan tersedia tepat waktu.
Kegagalan mengelola beban utang belanja dan likuiditas secara efektif bukan hanya masalah angka, melainkan juga mengancam keberlanjutan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Situasi ini menjadi panggilan serius bagi seluruh pemangku kepentingan di Gayo Lues untuk melakukan reformasi keuangan daerah secara menyeluruh demi menjaga stabilitas fiskal dan masa depan yang lebih berkelanjutan. (TIM)

































