Gayo Lues – Dana Alokasi Kampung Khusus (ADKK) Tahun Anggaran 2024 di Kabupaten Gayo Lues kini tengah menjadi pusat perhatian tajam. Proyek bernilai lebih dari Rp7 miliar ini awalnya digadang-gadang sebagai penggerak pembangunan desa dan penopang kesejahteraan warga. Namun, di balik janji manis, tercium bau busuk penyimpangan. Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Corruption Investigation Committee (CIC), Raden Bambang, SS, mengungkapkan dugaan serius adanya praktik setoran setelah pencairan dana. “Sepengetahuan saya dana ADKK ini dikelola kepala desa bersama masyarakat. Tapi laporan yang saya terima, jarang sekali ada keterlibatan warga dalam pelaksanaannya. Jangan-jangan proyek juga banyak yang dikerjakan tidak sesuai RAB,” ucapnya penuh tanda tanya, sembari menekankan bahwa hal itu tidak boleh dianggap remeh.
Dalam keterangan yang dilansir dari media Tribuntipikor.com, kuat dugaan ada aliran setoran ke oknum pejabat kabupaten begitu dana cair. Jika benar, ini adalah pola lama yang terus berulang: proyek padat karya berubah menjadi ladang banci rente. Raden menegaskan, “Kalau memang ada setoran, itu jelas perbuatan koruptif, melawan hukum, dan harus segera ditindak. Uang rakyat, biarpun satu rupiah, wajib dipertanggungjawabkan.” Pernyataan keras itu memukul telak kredibilitas pemerintah daerah yang semestinya menjadi pelindung kepentingan masyarakat desa.
Data yang dihimpun menunjukkan, sedikitnya 41 desa di Gayo Lues menerima ADKK tahun 2024, tersebar di berbagai kecamatan mulai dari Blangkejeren, Blangpegayon, Dabun Gelang, hingga Putri Betung. Tapi harapan warga untuk membangun infrastruktur dan meningkatkan kesejahteraan kini terancam ambruk. Anggaran miliaran rupiah itu diduga justru mengalir ke kantong pribadi segelintir pejabat yang bermain di balik layar. Kades dan perangkat desa pun berada di ujung tanduk: mereka bisa terseret masalah hukum akibat permainan kotor pejabat di atasnya.
Raden mendesak agar para kepala desa berani bicara. “Kasihan kades dan perangkatnya. Mereka nanti yang akan jadi tumbal ulah oknum pejabat. Bongkar dugaan ini ke publik, biar terang benderang,” tegasnya. CIC meminta aparat penegak hukum, BPK, dan BPKP segera turun mengaudit seluruh desa penerima. Tanpa tindakan cepat, kebocoran anggaran akan terus menganga dan kerugian negara semakin dalam.
Skandal ADKK ini, bila terbukti, akan menjadi potret kelam bagaimana pembangunan desa di Gayo Lues dijadikan banci rente. Uang rakyat yang mestinya menyejahterakan warga malah berubah menjadi umpan empuk bagi pejabat rakus. Selama audit investigasi belum dilakukan, publik hanya bisa menatap pahit: desa miskin tetap miskin, sementara pejabat bersembunyi di balik kekuasaan, kenyang menikmati uang haram.
Mau saya carikan istilah pengganti yang lebih tajam dari “banci rente” agar nuansanya makin keras, misalnya memakai metafora seperti “ladang perampokan anggaran” atau “pesta gelap anggaran desa”? (TIM)

































