Gayo Lues, Jumat 5 September 2025 – Sekolah Menengah Pertama (SMP) Satu Atap di Desa Kendawi, Kecamatan Dabun Gelang, Kabupaten Gayo Lues, Aceh, kini benar-benar berada di bibir kehancuran. Bangunan sekolah yang menjadi satu-satunya akses pendidikan bagi ratusan anak di pedalaman itu terancam hanyut ke Sungai Kendawi akibat abrasi yang semakin parah.
Kondisi di lapangan memperlihatkan situasi darurat. Pondasi bangunan sudah terkikis habis, menyisakan rongga yang menganga persis di bawah ruang kelas. Dinding sekolah berdiri hanya sejengkal dari aliran sungai, seakan menggantung di udara dan menunggu waktu untuk runtuh. Setiap kali hujan turun deras, derasnya arus menggerus tebing, membuat guru dan siswa belajar dengan ketakutan.

Tidak hanya pondasi, bagian atap sekolah pun rusak parah. Plafon-plafon bolong, lembaran-lembaran gypsum terlepas, dan rangka baja terlihat telanjang. Lorong kelas yang kusam memperlihatkan betapa sekolah ini sudah lama dibiarkan tanpa perbaikan. Bagi masyarakat, keadaan ini bukan sekadar ancaman hilangnya bangunan, tetapi juga soal nyawa anak-anak yang setiap hari dipaksa belajar di ambang maut.
“Setiap kali hujan deras, kami takut. Tebing sudah persis di bibir kelas. Kalau longsor, anak-anak bisa jadi korban,” ujar seorang orang tua murid dengan nada cemas. Seorang guru menegaskan, ini bukan sekadar gedung roboh, melainkan potensi korban jiwa.
Warga mengaku sudah bertahun-tahun melapor ke pemerintah kabupaten hingga provinsi, tetapi tidak pernah ada langkah konkret. Mereka menilai pemerintah daerah sengaja menutup mata. “Pemerintah seolah menunggu korban dulu baru sibuk rapat. Padahal ini sudah darurat,” kata seorang tokoh masyarakat dengan nada marah.
Sikap diam pemerintah daerah dianggap sebagai bentuk pembiaran yang melanggar kewajiban konstitusional. Pasal 31 UUD 1945 jelas menyebutkan setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional juga mewajibkan pemerintah daerah menjamin pendidikan bermutu tanpa diskriminasi. Ditambah lagi, UU Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 menegaskan bahwa negara wajib menjamin keselamatan anak, termasuk dalam proses belajar-mengajar.

Lebih jauh, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana menegaskan sekolah wajib memiliki lingkungan yang aman dan tidak membahayakan peserta didik. Fakta di SMP Satu Atap Kendawi jelas bertolak belakang dengan regulasi tersebut.
Dengan jumlah murid lebih dari 200 orang, ancaman korban jiwa tidak bisa dianggap remeh. Publik menilai Pemkab Gayo Lues gagal menjalankan tanggung jawabnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyebutkan bahwa pendidikan dasar adalah urusan wajib pemerintah daerah. Hingga berita ini diturunkan, dinas terkait bungkam meski berulang kali dihubungi.
Masyarakat kini mendesak pemerintah segera membangun tanggul penahan tebing dan merelokasi sekolah ke lokasi yang lebih aman. Warga bahkan berencana melaporkan persoalan ini ke Ombudsman RI sebagai dugaan maladministrasi dan kelalaian pelayanan publik. “Kalau pemerintah tetap diam, ini bukan lagi bencana alam, melainkan kejahatan struktural yang lahir dari pembiaran,” tegas seorang warga. (TIM)

































