Gayo Lues – Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Aceh terhadap realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) Gayo Lues Tahun Anggaran 2024 mengungkap adanya penyimpangan dalam penyaluran belanja transfer desa. BPK menemukan bahwa sebagian besar anggaran yang bersumber dari Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak dan Retribusi belum disalurkan sesuai ketentuan yang berlaku. Temuan ini dikutip dari infografik yang diterbitkan AJNN pada edisi 21 Agustus 2025.
Dalam laporan tersebut, Pemerintah Kabupaten Gayo Lues diketahui mengalokasikan belanja transfer senilai Rp195,803 miliar. Dari jumlah itu, realisasi belanja transfer tercatat sebesar Rp153,042 miliar atau 78,15 persen. Penyaluran ini mencakup belanja bagi hasil Rp19,099 miliar serta belanja bantuan keuangan sebesar Rp153,086 miliar. Namun, hasil pemeriksaan mendapati bahwa penyaluran DBH pajak dan retribusi tidak terlaksana sesuai aturan.
BPK mengidentifikasi masih terdapat sisa lebih perhitungan DBH tahun 2023 yang belum disalurkan sebesar Rp74,049 miliar, di samping alokasi DBH tahun 2024 sebesar Rp60,844 miliar. Berdasarkan dokumen pertanggungjawaban, konfirmasi juga dilakukan terhadap sejumlah kepala desa. Hasilnya, diketahui penyaluran DBH tidak sepenuhnya sampai ke tingkat kampung. Hal ini terjadi karena proses perhitungan dan penetapan DBH masih menyisakan persoalan teknis terkait keterlambatan penetapan pajak daerah serta lemahnya sistem pelaporan di tingkat kabupaten.
Dalam Peraturan Bupati Gayo Lues Nomor 6 Tahun 2023 dijelaskan bahwa Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Kabupaten wajib menyampaikan laporan realisasi DBH pajak dan retribusi paling lambat pada Oktober untuk bulan Januari sampai September, serta Januari untuk bulan Oktober sampai Desember. Laporan tersebut harus ditembuskan kepada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung (DPMK) guna diteruskan kepada pemerintah kampung sebagai dasar perhitungan hak masing-masing desa. Namun, BPK mencatat peraturan tersebut tidak sepenuhnya dijalankan.
SK Bupati tentang penetapan DBH memang diterbitkan pada 4 Juni 2024, namun hanya mencakup bulan Januari sampai Juni. Artinya, penyaluran yang semestinya dijadwalkan per triwulan belum berjalan sesuai ketentuan. Pada praktiknya, DBH baru disalurkan pada Desember 2024 dalam dua tahap pembayaran sekaligus. Pola ini tidak sesuai dengan mekanisme yang diamanatkan peraturan, yakni penyaluran 75 persen pada tahap pertama dan sisanya 25 persen pada tahap kedua.
Selain itu, hasil wawancara dengan sejumlah pejabat bidang pendapatan mengungkap adanya kesulitan dalam mendeteksi pajak yang masuk ke rekening Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kondisi ini membuat monitoring atas penerimaan DBH pajak dan retribusi menjadi tidak optimal. Akibatnya, pemerintah daerah tidak dapat menetapkan alokasi DBH kampung secara tepat waktu dan berdampak pada tersendatnya realisasi anggaran di tingkat desa.
BPK menilai permasalahan ini mengakibatkan pemerintah desa tidak dapat segera memanfaatkan DBH pajak dan retribusi sebagai salah satu sumber pembiayaan operasional, termasuk pelaksanaan pembangunan di tingkat kampung. Penundaan juga berimbas pada penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kampung (APBKamp) yang bergantung pada kepastian transfer dari kabupaten.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, BPK menyebutkan terdapat sejumlah penyebab. Pertama, Bupati Gayo Lues belum menetapkan penyaluran alokasi dana kampung secara memadai. Kedua, Badan Pengelolaan Keuangan Daerah belum optimal dalam melaksanakan fungsi pengawasan dan pengendalian terhadap realisasi penerimaan. Ketiga, Bidang Pengelolaan Pendapatan Daerah belum menyelesaikan laporan perhitungan DBH pajak dan retribusi serta surat keputusan perhitungan DBH pada masing-masing kampung.
Temuan ini menegaskan bahwa tata kelola keuangan daerah, khususnya yang berkaitan dengan belanja transfer desa, masih menghadapi berbagai persoalan mendasar. BPK menekankan pentingnya penegakan regulasi dan penguatan kapasitas pengelolaan keuangan daerah, agar alokasi dana yang sejatinya diperuntukkan bagi masyarakat desa dapat benar-benar tersalurkan tepat waktu dan sesuai aturan.
Situasi di Gayo Lues ini mencerminkan persoalan klasik yang masih menghantui banyak daerah di Indonesia, yakni lemahnya sistem perencanaan dan monitoring anggaran di level pemerintah kabupaten. Pada gilirannya, kondisi ini merugikan masyarakat desa yang bergantung pada dana transfer untuk menjalankan kegiatan pembangunan dan pelayanan dasar. Dengan adanya temuan BPK yang dikutip dari infografik AJNN, diharapkan Pemerintah Kabupaten Gayo Lues dapat segera melakukan perbaikan agar tata kelola anggaran lebih transparan, akuntabel, dan berpihak kepada kepentingan masyarakat desa. (TIM)

































